Monday, May 29, 2017

teknik STAD untuk meningkatkan kemampuan membaca




Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe STAD (Students Team Achievement Division) pada Perkuliahan Reading I  untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Membaca Mahasiswa
                                                                                                                  

                                                                           OLEH


I.G.A . Lokita Purnamika Utami, S.Pd.
Ni Luh Putu Eka Sulistia Dewi, S.Pd

Dibiayai oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
Nomor   : 043/SP2H/PP/DP2M/III/2008
                                        Tanggal : 6 Maret 2008



JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS  BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Desember, 2008


BAB I
PENDAHULUAN

             Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan membaca dapat memperkaya dan memperluas wawasan kehidupan, sehingga pembaca semakin mampu untuk mendewasakan diri. Proses pendewasaan diri melalui membaca merupakan pengejawantahan dari konsep humaniora. Dengan demikian, sesungguhnya kegiatan membaca membawa misi humaniora (Koendjono, 1987: 86)
            Melihat kenyataan diatas, maka keterampilan membaca perlu mendapat perhatian khusus. Kalau dipandang dari sudut pendidikan ditingkat perguruan tinggi, membaca tidak saja bermanfaat bagi mahasiswa dalam mempelajari satu mata kuliah saja melainkan untuk semua mata kuliah.
Sehubungan dengan itu, mahasiswa perlu memiliki keterampilan membaca yang baik, terutama bagi mahasiswa yang mempelajari bahasa asing, seperti  mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Hal ini juga ditekankan oleh Tarigan (1986) bahwa mambaca merupakan salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai. Ratminingasih d.kk (1999) juga mengatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa Inggris terdapat 4 macam keterampilan bahasa yang harus dikuasai yaitu; reading, writing, speaking, dan listening. Keempat ketrampilan bahasa (language skills)`tersebut sangatlah perlu untuk dikuasai untuk memungkinkan siswa menggunakaan bahasa Inggris baik secara aktif maupun pasif.
            Memiliki kemampuan memahami bacaan sangat penting mengingat mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris diwajibkan untuk mengikuti perkuliahan yang menggunakan berbagai literatur berbahasa Inggris. Hal ini tentunya mengharuskan mahasiswa-mahasiswa tersebut untuk mampu memahami teks bacaan berbahasa Inggris dengan baik, karena tanpa kemampuan tersebut maka mereka akan menemui kesulitan memahami mata kuliah yang mereka pelajari.
            Agar mahasiswa memiliki keterampilan membaca yang baik, mereka hendaknya dilatih menangkap ide secara tepat di dalam bacaan. Apabila seseorang mampu menangkap ide secara tepat di dalam bacaan maka ia dikatakan telah memahami isi bacaan. Untuk memahami isi bacaan diperlukan kemampuan penguasaan kosakata (Tarigan, 1986:14). Berkaitan dengan itu, Aswandi (1991: 42) mengatakan bahwa bagaimanapun baiknya penguasaan kosakata dan cara membaca tidak ada artinya, kecuali pembaca tahu maknanya. Jika tidak demikian, mereka akan mengalami kesuliatan dalam memahami isi bacaan. Senada dengan itu, Tarigan (1986: 9) mengemukakan bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mencari informasi menyangkut isi dan memahami makna bacaan. Tujuan membaca ini diperoleh salah satunya melalui mata kuliah membaca atau reading di kelas
Rasional diatas, memberikan gambaran tentang pentingnya mata kuliah Reading bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Salah satu mata kuliah Reading yang diberikan adalah Reading I, yang diberikan sebagai tahap awal pembelajaran membaca bagi mahasiswa semester I jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Dalam silabus mata kuliah Reading I dinyatakan bahwa mahasiswa diharapkan mampu memahami teks bacaan, dengan menguasai 6 keterampilan pemahaman membaca (reading comprehension skills) yaitu: scanning, previewing and predicting, vocabulary knowledge for effective reading, skimming, making inference, dan summarizing. Dengan menguasai keenam ketrampilan ini diharapkan mahasiswa mampu memahami teks bacaan dengan baik.
            Setiap mahasiswa, sayangnya, memiliki tingkat kemampuan bahasa (level language), yang berbeda. Dalam satu kelas, selalu ada beberapa mahasiswa yang memiliki tingkat kemampuan bahasa yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Begitu pula yang terjadi pada kelas membaca, ada beberapa mahasiswa yang memiliki keterampilan membaca yang sangat baik, melebihi mahasiswa-mahasiswa yang lainnya. Hal ini menimbulkan masalah, karena perbedaan kemampuan membaca para mahasiswa membawa dampak bagi dinamika pengajaran membaca. Mahasiswa yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam pemahaman bacaan akan meninggalkan mahasiswa yang berkemampuan lebih rendah. Sehingga, ketika para mahasiswa berkemampuan lebih tinggi telah berhasil memahami suatu bacaan, mereka harus dengan sabar menunggu dan mengikuti alur pengajaran yang tergantung dari dinamika pemahaman mahasiswa berkemampuan lebih rendah.
Adanya perbedaan kemampuan antara siswa menurut Subarna and Sunarti (2001) sebenarnya dapat digunakan sebagai media yang membantu siswa untuk mencapai prestasi yang lebih baik dengan menugaskan mereka dalam suatu kelompok belajar. Arends (1997) juga menyatakan hal yang bernada sama, ia juga menambahkan bahwa kelompok belajar selain meningkatkan prestasi juga membantu siswa untuk melihat suatu hal dari berbagai perspektif. Terlebih lagi, belajar dalam satu group sangat penting dalam membentuk sikap dan kepribadian siswa.
Arends (1997) believes that the difference ability in classroom can be used as a media to help the students attain their best achievement by assigning them to work in groups. Furthermore, working in groups allows the students to see one thing from different point of views. Moreover, they also believe that group work learning is really important in forming the students’ personality, since the students learn to respect others and communicate their ideas, which form a circle interaction among them.

Berdasarkan pendapat Arends diatas, siswa memerlukan suatu kerjasama dalam berbagi pendapat dan ide tentang sesuatu yang mereka pelajari bersama. Kegiatan kerjasama ini hanya akan bisa berjalan secara efektif jika mereka bekerja dalam suatu kelompok yang memiliki satu tujuan. Dan tujuan yang dimaksud disini adalah untuk mendapatkan skor kelompok yang terbaik yang bisa mereka peroleh. Untuk mendapatkan penghargaan, siswa saling memotivasi untuk membantu satu sama lain sehingga mereka mengerti bersama-sama. Metode pembelajaran yang sesuai dengan pengembangan prinsip belajar berkelompok dengan suatu motivasi untuk mencapai penghargaan (reward) tersebut dikenal dengan Cooperative Learning.
Arends (1997) mengemukakan bahwa cooperative learning memiliki beberapa hal positif yaitu (1) metode ini meningkatkan prestasi siswa dalam suatu pelajaran, (2) Metode ini membutuhkan suatu kerjasama antar siswa, yang mana dengan demikian maka siswa akan saling berbagi pengetahuan yang dimiliki, (3) siswa yang memiliki kemampuan kurang akan termotivasi oleh siswa yang berkemampuan lebih tinggi untuk menguasai pelajarannya dengan lebih baik, karena metode ini dirancang untuk bekerjasama yang saling kebergantungan.
According to Arends (1997) Cooperative Learning has some strength. First, it can improve the students’ achievements in the subject being taught. Second, this method requires the students to work together to maximize their learning. They tell each other things they have not already known. This means that the low ability students are encouraged by the students with high ability to master the lesson well since the activities are designed to have the students work interdependently.

            Fenomena tentang adanya perbedaan kemampuan pemahaman membaca ditemukan peneliti pada kelas reading I, terutama pada kelas IB, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNDIKSHA. Para mahasiswa memiliki perbedaan  tingkat kemampuan membaca yang sangat jelas. Diantara mahasiswa, terdapat mahasiswa yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan yang lebih rendah. Siswa yang berkemampuan lebih rendah cenderung ketinggalan dalam memahami bacaan dibanding mahasiswa dengan kemampuan yang lebih tinggi. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, hal ini sangat berdampak pada dinamika pembelajaran, karena kecepatan proses pembelajaran yang berbeda antara mahasiswa berkemampuan rendah dan tinggi. Perbedaan kemampuan membaca ini, sangat jelas terlihat dari hasil tes membaca yang diberikan. Berikut adalah tabel hasil tes membaca mahasiswa kelas IB tersebut.
Nilai
Jumlah Mahasiswa
Persentase
 85 – keatas
1 orang
2, 38 %
 70 – 84
10 orang
23,80 %
 55 – 69
22 orang
52,38 %
 40 – 54
9 orang
21,42 %
TOTAL
42 orang

Table 1: Hasil Tes Membaca Mahasiswa kelas IB

Dari table diatas jelaslah adanya perbedaan kemampuan membaca antar mahasiswa. Terlebih lagi setelah dihitung nilai rata-rata mahasiswa tersebut adalah 56,07 yang berada pada kiteria “kurang,” jika dilihat melalui kriteria nilai yang di ajukan oleh Masidjo (1995) sebagai berikut:






Persentase
Kategori
90%-100%
Istimewa
80%-89%
Bagus
65%-79%
Cukup
55%-64%
Kurang
Dibawah 55%
Rendah
Tabel 2: Kriteria Nilai

Berdasarkan kriteria diatas, maka target penelitian ini adalah pencapaian rata-rata kelas diatas 8,0 sehingga nilai rata-rata tersebut terletak pada kriteria bagus atau bahkan istimewa.
Untuk mencapai target tersebut peneliti ingin menerapkan metode Cooperative Learning di kelas IB, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNDIKSHA. Metode Cooperative Learning terpilih karena metode ini menekankan pada pelaksanaan pembelajaran secara berkelompok dengan memberikan materi pelajaran yang cocok untuk tipe pembelajaran berkelompok. Satu tujuan utama dari metode Cooperative Learning adalah membuat siswa bertanggung jawab atas prestasi kelompoknya. Dengan demikian masing-masing siswa akan berusaha memotivasi dan saling membantu dalam memahami suatu hal. Prilaku siswa yang saling tergantung secara positif ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman membaca mereka.
Model pembejaran Cooperative Learning sebenarnya memiliki beberapa tipe seperti, Jigsaw, STAD, TAI (Team Accelerated Instruction), work-pair, dan lain sebagainya. Akan tetapi dari sekian banyak teknik dalam metode Cooperative Learning, teknik STAD terpilih menjadi teknik yang akan diterapkan di kelas. Teknik pengajaran STAD ini memiliki kelebihan dibandingkan teknik yang lain yaitu: (1) teknik ini cocok diterapkan dikalas membaca, (2) teknik ini membutuhkan 5-6 siswa untuk bekerja bersama-sama dalam satu kelompok. Dan hal ini sangat tepat untuk diterapkan pada kelas besar, seperti kelas IB ini yang terdiri dari 42 mahasiswa. Hal ini disebabkan karena memiliki jumlah kelompok yang tidak terlalu banyak di dalam kelas tentunya lebih efisien dibandingkan memiliki banyak kelompok, karena pengajar bisa membagi perhatiannya dengan lebih mudah.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang penerapan metode Cooperative Learning, terutama teknik STAD pada kelas Reading I. Penelitian ini akan terfokus pada poin rumusan masalah berikut ini: (1) apakah metode STAD mampu meningkatkan kemampuan membaca mahasiswa kelas IB jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNDIKSHA; (2) adakah dampak positif lain yang terlihat dari pengajaran dengan teknik STAD.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pemahaman Teks Bacaan (reading Comprehension)

Nuttal  (1982) mengartikan reading comprehension sebagai interpretasi symbol verbal yang bermakna. Ini berarti bahwa membaca merupakan suatu hasil interaksi antara persepsi simbul graphic yang merepresentasikan ketrampilan bahasa. Dalam proses ini penulis suatu teks bacaan mengharapkan pembacanya untuk mampu memahami ide yang tersirat dan tersurat didalamnya.
Comprehension atau pemahaman dalam membaca memegang suatu peranan penting. Menurut  Wirama Jaya (2002: 6) inti dari aktivitas membaca adalah kemampuan untuk mendapatkan suatu makna yang tepat dari informasi tertulis yang dibaca, maka dari itu pembaca memerlukan pengetahuan sebagai elemen dasar dari comprehension. Berkaitan dengan hal ini, Carnine, et.al (1984) menyatakan bahwa reading comprehension adalah suatu proses berpikir melalui membaca. Suatu proses yang berdasar pada ketrampilan intelektual kognitif, pengalaman, dan ketrampilan bahasa si pembaca.
Greenwood (1985) juga menyatakan bahwa ketrampilan yang diperlukan oleh siswa untuk memahami teks bacaan adalah (1)  mereka mampu mengidentifikasi ide pokok, yaitu siswa mampu menemukan informasi umum dari suatu teks, (2) mereka mampu mengetahui dan mengungkapkan kembali informasi spesifik yang mereka dapat pada teks bacaan, (3) mereka mengetahui hubungan antara ide-ide pokok beserta dengan pengembangannya, (4) mereka mampu memahami apa yang tersirat didalam teks bacaan, atau reading between the line dan terakhir mereka dapat menarik kesimpulan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Carnine, d.k.k (1984:145) menyatakan bahwa pemahaman membaca adalah suatu aktivitas untuk mengerti dan mendapatkan ide dibalik sebuah kalimat atau paragraph, tidak hanya sekedar merangkai makna setiap kata yang tersusun. Pemahaman membaca memerlukan beberapa keterampilan, yaitu: membaca sepintas kilas (scanning), menafsirkan (previewing and predicting), pengetahuan kosakata untuk membaca efektif (vocabulary knowledge for effective reading), membaca sepintas dengan tujuan (skimming), membuat kesimpulan tentang informasi yang implisit (making inference), dan meringkas (summarizing).
Lebih jauh, Dubin (1982) menyatakan bahwa dalam memahami teks tertulis, para siswa diharapkan mampu menyerap informasi dengan menggunakan keterampilan pemahaman membaca. Mereka membutuhkan kemampuan untuk menguhungkan informasi yang mereka dapatkan dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
Shepherd (1979) juga meyakini bahwa pemahaman membaca merupakan kemampuan siswa memahami informasi yang disampaikan oleh penulis. Ia juga mengemukakan bahwa pemahaman membaca ditandai dengan kemampuan siswa menjawab pertanyaan tentang bacaan tersebut. Dengan demikian, dalam kelas membaca guru bahasa Inggris harus memiliki kemampuan mengajar. Memiliki kemampuan mengajar sangatlah penting, sebagaimana yang dinyatakan oleh Dubin (1982) sorang guru hanya bisa membantu siswa memahami bacaan apabila dia mampu mengajar siswa dengan baik.
Keberhasilan memahami suatu bacaan sangat bergantung pada tingkat kemampuan bahasa siswa dan tingkat kesulitan bahasa yang digunakan penulis. Dengan demikian, materi atau bahan bacaan haruslah dipilih sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa siswa. Hal ini sangat penting, mengingat siswa akan lebih termotivasi untuk membaca teks yang bisa mereka pahami. (Dubin, 1982:127)


2.2.Metode Cooperative Learning
2.2.1. Definisi Metode Cooperative Learning
Cooperative learning adalah suatu istilah generic untuk menyebutkan berbagai kelompok-kelompok kecil yang berinteraksi berdasarkan prosedur instruksional. Siswa bekerja bersama-sama dalam mengerjakan tugas-tugas akademik dalam suatu kelompok kecil yang bertujuan tidak saja untuk membantu diri mereka sendiri tetapi juga teman kelompoknya dalam memahami pelajaran tersebut (Davidson, 1992, in Arend, 1997).
Lebih jauh lagi Balkcom (2002) mendeskripsikan Cooperative Learning sebagai suatu metode pengajaran yang berhasil dimana setiap kelompok terdiri dari berbagai siswa dengan tingkat kemampuan bahasa yang berbeda, bekerja sama dalam berbagai aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman mereka pada pelajaran tertentu. Secara umum Cooperati Learning memiliki lima teristik umum sebagai berikut:
v  Siswa bekerja sama dalam mengerjakan suatu tugas yang paling baik diselesaikan dengan kerja kelompok
v  Siswa bekerja bersama pada satu kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang
v  Siswa bekerja sama secara kooperative dengan menjalankan pro-social behavior dalam aktivitas pembelajaran.
v  Siswa bergantung secara positif dengan teman kelompoknya. Hal ini dikarenakan, aktivitas pembelajarannya memang di desain untuk bisa diselesaikan dengan cara bekerja sama yang ketergantungan atau work interdependently..
v  Siswa bertanggung jawab secara individu pada pencapaian pembelajarannya
Berlawanan dengan metode pembelajaran yang tertumpu pada kompetisi individu dengan yang lainnya, belajar kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran di mana mahasiswa dalam kelompok kecil yang heterogen saling mempertukarkan tanggung-jawab belajarnya. Sebagai suatu hasil, mahasiswa belajar dari seseorang ke yang lainnya. Mereka belajar untuk menghargai perbedaan pada masing-masing yang lainnya dan membangun kekuatan individu dalam urutan untuk menemukan tujuan kelompok. Mereka belajar keterampilan sosial dan juga materi pelajaran.
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa strategi belajar kooperatif men-dorong harga-diri individu dan menganjurkan mahasiswa untuk mengambil kendali dari belajarnya sendiri. Tuntutan ini melengkapi suatu ringkasan dan strategi belajar kooperatif dan menunjukkan bagaimana dosen-dosen dapat mengintegrasikan strategi-strategi tersebut dalam rencana pembelajaran mereka (Hilke, 1998: 3).
Lebih lanjut Hilke mengemukakan tujuan utama dari belajar kooperatif adalah: (1) untuk membantu perkembangan kerjasama akademik di antara mahasiswa, (2) untuk menganjurkan hubungan kelompok yang positif, (3) untuk mengembangkan harga-diri mahasiswa, dan (4) untuk meningkatkan pencapaian akademik.
Mahasiswa dapat mengejar tujuan pembelajaran melalui tiga cara: secara kompetitif, secara individu, dan secara kerjasama. Pada tahun 1940, Morton Deutsch (1949) menyusun suatu teori tentang bagaimana orang-orang berhubungan dan berinteraksi pada masing-masing susunan tersebut. Pada susunan kompetitif, seorang mahasiswa bekerja melawan masing-masing yang lainnya dan tampilan mereka dibandingkan. Beberapa mahasiswa mengalami kekeliruan dalam susunan ini, hasilnya kehilangan harga-diri dan kadang-kadang berperasaan negatif terhadap teman sebaya mereka secara bebas pada langkah mereka sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh dosen. Dosen selanjutnya mengevaluasi sekelompok tujuan untuk masing-masing individu.
Dalam susunan kooperatif, kelompok mahasiswa yang heterogen bekerja bersama untuk menemukan tujuan. Masing-masing pribadi mempertanggungjawabkan pembelajarannya sendiri dan membantu yang lainnya. Kekuatan yang dapat dicapai untuk setiap pribadi dalam kelompok. Keterampilan komunikasi dan sosial yang baik dibutuhkan dalam urut-urutan perkembangan hubungan kerja yang baik. “Dalam kelompok belajar kooperatif, di sana cenderung terjadi peraturan teman sebaya, umpan balik, dukungan, dan anjuran belajar yang agak beragam. Dukungan akademik teman sebaya demikian tidak tersedia pada situasi belajar kompetitif dan individualistik” (Johnson and Johnson, 1987: 28).
Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang memusatkan perhatian pada proses penalaran nilai-nilai moral, melalui diskusi dan proses tanya jawab dialektis yang bersifat mengajar dan menantang proses pemahaman (Lickona, 1992: 236-238). Menurut Slavin (1995: 2), metode pembelajaran kooperatif menunjuk pada bermacam-macam model pembelajaran, di mana para mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu, berdiskusi dan saling memberi argumentasi, untuk saling menilai pengetahuan yang dimiliki sekarang dan mengisi kesenjangan pemahaman di antara mereka.
Dari kedua pendapat di atas mengenai model pembelajaran kooperatif, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan mahasiswa, yaitu belajar dalam kelompok kecil yang heterogen, di mana setiap mahasiswa memiliki kesempatan untuk memberikan atau menyampaikan argumentasinya, sehingga terjadi interaksi antara dosen dengan mahasiswa, antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, komunikatif dan bersifat multi arah.
            Menurut Lickona (1992: 198), ada delapan bentuk model pembelajaran kooperatif, yaitu :  (1) belajar berpasangan (learning partners), (2) susunan duduk berkelompok (cluster group seating) , (3) belajar bertim (student team learning), (4) belajar dengan membahas berbagai topik dalam tim (Jigsaw learning), (5) mengetes tim (team testing), (6) proyek kelompok kecil (small group projects), (7) kompetisi dalam tim (team competition), dan (8) projek untuk seluruh kelas (Whole class project). Sedangkan menurut Slavin (1995: 5), terdapat lima metode utama dalam pembelajaran bertim (Student Teams Learning). Tiga di antaranya, berlaku secara umum pada semua bidang studi, yaitu sebagai berikut :   Student Teams-Achieve-ment Divisions (STAD), Teams Games Tournaments (TGT),  and Jigsaw II”.  Sedangkan dua metode lainnya hanya berlaku secara khusus, yaitu: “Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)” untuk pengajaran membaca dan me-nulis pada tingkat 2-8, dan “Team Accelerated Instruction (TAI)” untuk pengajaran matematika pada tingkat 3-6. Dari kelima model pembelajaran kooperatif tersebut, dalam penelitian ini dikaji model pembelajaran kooperatif tipe “STAD”, yaitu model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil, yang masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 orang mahasiswa yang heterogen.
            Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe ini, maka dapat meningkatkan interaksi antara dosen dengan mahasiswa, dan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, komunikatif, dan bersifat multi arah.



2.2.2. Elemen-Elemen Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends (1997) Cooperative Learning membatu siswa dalam hal (1) memberikan kesempatan siswa berbagi ilmu dan informasi antar siswa, (2) memotivasi siwa untu belajar, (3) membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka, (4) menyediakan feedback yang formatif, (5) menumbuhkembangkan ketrampilan social dan kelompok yang diperlukan diluar kelas.
Arend (1997) states that Cooperative Learning enhances students learning by; (1) providing a shared cognitive set of information between students, (2) Motivating students to learn the material, (3) Ensuring the students to construct their own knowledge, (4) Providing formative feedback, (5) Developing social and group skills necessary for success outside the classroom

            Berkaitan dengan hal tersebut diatas Johnson and Johnson (1984: 15) mengidentifikasi lima elemen dasar dalam belajar kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan yang positif, (2) memajukan interaksi tatap muka, (3) pertanggungjawaban individu, (4) keterampilan sosial, dan (5) proses kelompok. Pembicaraan masing-masing elemen tersebut seperti berikut.

1) Saling ketergantungan yang positif.
Saling ketergantungan tujuan yang positif terjadi bila mahasiswa melaksanakan tugas kelompok dengan perasaan saling menguntungkan. Mereka perlu mengerjakan bagian mereka sendiri, untuk keuntungan seluruh kelompok. Sebagai contoh, bila tugas kelompok untuk meneliti dan menulis laporan, nilai untuk laporan merupakan nilai kelompok. Pencapaian yang rendah dalam kelompok menimbulkan usaha kerja terbaik mereka untuk keselamatan seluruh kelompok. Pencapaian yang tinggi, ingin mempertahankan kualitas kerja mereka yang tinggi, akan membantu yang lainnya dalam menyelesaikan tugas kelompok. Selanjutnya masing-masing individu mem-peroleh manfaat yang penting dan harga-diri. Johnson et al. (1984) berpendapat bahwa saling ketergantungan yang positif dicapai: ‘melalui tujuan yang saling me-nguntungkan (saling ketergantungan tugas); pembagian material, sumber-sumber, atau informasi di antara anggota kelompok (saling ketergantungan sumber); pembe-rian peranan mahasiswa yang berbeda (saling ketergantungan peran); dan melalui pem-berian penguatan bersama (saling ketergantungan penguatan). Dalam urutan untuk situasi belajar menjadi kooperatif, mahasiswa harus bersedia bahwa mereka secara positif saling ketergantungan dengan anggota lainnya dari kelompok belajar mereka’.

2) Memajukan interaksi tatap muka.
Kemajuan interaksi terjadi bila pertukaran verbal mengambil tempat di mana mahasiswa menjelaskan bagaimana mereka memperoleh suatu jawaban atau bagaimana suatu masalah bisa dipecahkan. Mereka juga dapat membantu masing-masing yang lainnya untuk memahami suatu tugas. Mahasiswa memeriksa masing-masing pemahaman yang lainnya dan menyatakan pertanyaan pada anggota kelompok sebelum me-nyatakan pada dosen untuk klarifikasi. Bila sebuah tugas sudah lengkap, anggota ke-lompok meringkaskan apa yang telah dipelajari.

3) Pertanggung-jawaban individu.
Pertanggungjawaban individu merupakan pengambilan pertanggungjawaban pribadi untuk materi belajar. Sebagai tambahan untuk kontribusi kelompok, masing-masing mahasiswa memerlukan penguasaan material tertentu. Salah satunya dosen menen-tukan tingkat penguasaan, anggota kelompok sering mendukung dan membantu masing-masing yang lainnya dalam mencapai tingkat penguasaan tersebut.
            Suatu pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi tentang belajar koope-ratif adalah apa yang dikerjakan mahasiswa yang tidak berpartisipasi, membiarkan yang lainnya untuk bekerja, dan memastikan untuk belajar materi dasar. Untuk mencegah kejadian ini, seorang dosen dapat merata-ratakan skor ujian individu untuk nilai ke-lompok. Selanjutnya bila seseorang skor ujiannya lebih rendah dari rata-rata teman sebaya bukan hanya mendesak bahkan secara halus menekan individu untuk belajar lebih giat. Atau mereka akan melihat perlunya bekerja dengan individu dalam urutan untuk mencapai tingkat ketuntasan. Juga dari waktu ke waktu, dosen bisa menyeleksi penempatan nilai individu, yang menganjurkan semua anggota kelompok untuk mengerjakannya secara langkap dalam waktu yang tepat dan dengan cara yang wajar.
4) Keterampilan sosial.
Kritik untuk kesuksesan belajar kooperatif adalah keterampilan sosial demi-kian seperti mengetahui bagaimana berkomunikasi secara efektif dan bagaimana me-ngembangkan rasa hormat dan kepercayaan dalam kelompok. Kelompok yang ber-tugas dengan baik tidak terjadi secara wajar; mahasiswa memerlukan petunjuk bagaimana mengikuti dan juga berperan. Bila pertanggungjawaban belajar diperlukan, mahasiswa membutuhkan anjuran masing-masing anggota lainnya untuk melengkapi tugas yang diberikan. Mereka perlu mengetahui bagaimana meminta bantuan bila mereka mem-butuhkannya. Bila muncul konflik (dan konflik memang akan muncul), mahasiswa perlu mengetahui bagaimana menggunakan strategi resolusi konflik.

5) Proses kelompok.
Secara periodik mahasiswa memerlukan pencerminan pada bagaimana kelompok yang baik bekerja dan menganalisis bagaimana keefektifan mereka bisa diperbaiki. Ini disebut proses kelompok. Pengamatan oleh anggota kelompok, dosen, atau seorang individu yang berperan sebagai pengamat dapat melengkapi umpan-balik yang esen-sial untuk proses kelompok. Seorang pengamat bisa mencatat apa yang terjadi dalam kelompok bila rencana suatu projek mengenai adanya kekuatan perbedaan pendapat. Dengan umpan-balik ini, mahasiswa dapat bergerak untuk menemukan suatu pemecahan dan menawarkan usul untuk menangani perselisihan tersebut di masa yang akan datang. Keluaran dari proses ini, kelompok bisa bersimpulan: ‘Kita telah membuat permulaan yang baik dalam rencana projek, tetapi kita perlu bekerja lebih giat untuk mendengar ide-ide setiap orang’.

2.3.  Belajar Kooperatif Tipe STAD
            STAD (Student Teams Achievement Division) adalah satu dari teknik Cooperative Learning yang paling sederhana Teknik ini terdiri dari 5-6  siswa yang bekerja sama dalam suatu kelompok heterogen. Setiap anggota berusaha untuk melakukan yang terbaik karena nilai mereka menentukan skor kelompok. Slavin dan partnernya mengembangkan teknik ini sebagai suatu model yang sesuai bagi guru yang baru mempelajari metode kooperatif (Balkcom, 2001).
Dalam teknik STAD, siswa membentuk suatu kelompok-kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa, yang masing masing terdiri dari berbagai etnik, siswa dengan kemampuan yang heterogen dan siswa dari jenis kelamin yang heterogen pula (Slavin, 1997). Guru mempresentasikan pelajaran dan siswa bekerjasama di dalam kelompoknya berusaha keras agar setiap anggota dapat memahami pelajaran tersebut. Semua siswa kemuadian mengerjakan kuis individual (kuis yang dikerjakan secara individual ), dimana mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Skor kuis individual ini akan dibandingkan dengan skor kuis mereka yang terdahulu atau yang sebelumnya. Kemudian tambahan poin akan diberikan pada kelompok yang memiliki peningkatan rata-rata dari skor individual masing-masing anggota.
Slavin (1997) menyatakan pentingnya teknik ini adalah untuk memotivasi siswa saling bekerja sama dan membantu satu sama lain untuk memguasai materi yang disampaikan oleh guru. Maka dari itu, kunci untuk memiliki kelompok yang baik adalah terdapatnya saling ketergantungan yang positif diantara siswa. Ini berarti, jika anggota kelompok, ingin kelompoknya mendapatkan poin tambahan atau reward maka mereka harus saling membantu satu sama lain untuk memguasai pelajaran tersebut.
STAD memiliki 5 komponen utama yaitu; presentasi kelas, pembentukan kelompok, kuis, skor peningkatan individual, dan penghargaan  untuk kelompok terbaik atau team recognition.
Presentasi kelas
Materi pelajaran pertama-tama dipresentasikan oleh guru yang biasanya berupa instruksi langsung atau diskusi dengan guru atau lecturer-discussion. Presentasi kelas STAD sedikit berbeda dengan presentasi pengajaran secara umum Pada presentasi STAd siswa harus benar-benar memperhatikan penjelasan guru agar mereka mampu mengerjakan kuis dengan baik, karena skor kuis individual ini akan mempengaruhu skor kelompoknya.
Pembentukan kelompok
Kelompok pada teknik STAD terdiri dari 5-6 siswa yang mewakili sebuah kelas dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, dan suku. Fungsi utama dari pembentukan kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok belajar, dan lebih khususnya untuk menyiapkan anggota kelompok agar mampu mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru mempresentasikan materinya, kelompok-kelompok tersebut akan berkumpul untuk mengerjakan latihan-latihan yang diberikan guru. Pembelajaran meliputi diskusi antar anggota kelompok, membandingkan hasil latihan, mengkoreksi segala kesalahan konsep dalam latihan.
Pembentukan kelompok adalah cirri yang paling utama dalam model pembelajaran STAD. Setiap point yang diharapkan ditekankan pada bagaimana anggota kelompok mampu memperlihatkan kemampuan mereka yang terbaik dalam pengerjaan latihan-latihan ataupun pada kuis dan juga pada kemampuan setiap anggota kelompok untuk saling membantu anggota lainnya dalam memahami konsep pelajaran. Pembelajaran kelompok memungkinkan siswa untuk saling mendukung (peer support) untuk meningkatkan prestasi akademik mereka, yang sangat penting dalam proses belajar. Selain itu, belajar kelompok juga memungkinkan siswa untuk saling memahami, menghargai, meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menerima keberadaan siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda
3. Kuis
Setelah kira-kira satu atau dua periode presentasi guru dan beberapa periode latihan, siswa-siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diijinkan untuk berdiskusi dalam mengerjakan latihan tersebut. Setiap siswa wajib memahami materi yang telah didiskusikan sebelumnya dalam sesi latihan.
4. Peningkatan skor individual
Setiap siswa diberikan skor standar yang berasal dari nilai kuis sebelumnya. Siswa bisa meningkatkan skor kelompok mereka dengan meningkatkan skor individual mereka. Jadi peningkatan skor kelompok terjadi apabila skor individual meningkat berdasarkan tingkat tertentu dari skor standar mereka. Berikut adalah kriteria peningkatan skor individual yang diajukan oleh Slavin (1997)
Skor kuis
Peningkatan poin kelompok
Lebih dari 10 poin dibawah skor standar                   
10 - 1 poin dibawah skor standar                                
Dari besar skor standar- 10 poin diatas skor standar  
Lebih dari 10 poin diatas skor standar    
Kuis dengan hasil yang sempurna (perfect paper)     
5
10
20
30
30
Tabel 3: Kriteria Peningkatan Skor Individual

Tujuan pemberian skor standar dan peningkatan poin kelompok adalah untuk memungkinkan semua siswa mendapatkan nilai maksimum untuk skor kelompok mereka, apapun level skor terakhir mereka. Dengan demikian, setiap siswa termotivasi untuk mengerjakan kuis mereka dengan baik sehingga mereka memiliki skor standar yang tinggi untuk kuis selanjutnya.
Guru bisa menentukan skor kelompok dengan menjumlahkan peningkatan poin masing-masing anggota suatu kelompok dan kemudian membagi dengan jumalah seluruh anggota kelompok tersebut.

5. Penghargaan untuk kelompok terbaik (team recognition)
Segera sesudah pelaksanaan kuis guru kemudian mengkalkulasikan skor dan menentukan kelompok terbaik dengan skor tertinggi. Guru sangat diharapkan memberikan penghargaan pada kelompok terbaik bisa dalm bentuk material seperti pemberian hadia-hadiah kecil atau bisa dalam bentuk non-material seperti penambahan bonus poin bagi kelompok terbaik. Akan sangat baik jika pengemumuman kelompok terbaik dilakukan pada pertemuan pertama setelah kuis individual. Hal ini akan memberikan adanya suatu koneksi antara satu pertemuan dengan pertemuan selanjutnya, sehingga siswa semakin termotivasi untuk melakukan yang terbaik (Slavin, 1997)

2.4. Kajian Pustaka
Beberapa peneliti telah melaksanakan penelitian menggunakan metode Cooperative Learning. Batan (2000), dalam penelitiannya yang dilaksanakan di SLTPN 4 Singaraja, menemukan bahwa Cooperative Learning mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. Hal ini dibuktikan dengan hasil post-test I yang memiliki rata-rata 6.0 dan kemudian meningkat pada post-test II menjadi 7.5.
Demikian pula, Ratminingsih (1999) menemukan bahwa Cooperative Learning meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca. Hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata post test I yang meningkat pada post test II, yaitu dari 6.44 menjadi 8.08. Penelitiannya dilaksanakan di SMAN 3 Singaraja pada siswa kelas tiga.
Begitupun Hartaningsih (1997) yang melakukan penelitian pada siswa kelas  tiga di  SLTP N 1 Banjarangkan, menemukan bahwa teknik Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa. 
Farnish (1990) dalam Slavin (1997) mengaplikasikan STAD teknik pada penelitiannya. Ia menemukan bahwa 26 kali pertemuan dalam durasi 4 minggu pengajaran Bahasa Inggris pada siswa Amerika dan Latin menunjukkan hasil yang positif.
Sheehan and Alan (1976) dalam Slavin (1997) juga mengemukakan hal yang bernada sama, ia menemukan bahwa baik tentor ataupun siswa mendapatkan manfaat dari proses tutorial. Penelitian mereka menunjukkan bahwa melalui Cooperative Learning prestasi siswa meningkat dengan baik karena adanya elaborasi materi dalam proses belajar mengajar. 


BAB  III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah:
(1)                   Untuk mengetahui apakah penerapan teknik pembelajaran STAD bisa meningkatkan kemampuan membaca mahasiswa kelas IB jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNDIKSHA;
(2)                    untuk mengetahui apakah ada dampak positif lain yang terlihat dari pengajaran dengan teknik STAD
3.2. Manfaat Penelitian
1.      Bagi para pendidik
Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya wawasan para pendidik dalam mengembangkan metode pengajaran membaca. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi input yang konstruktif dan sebagai kontribusi yang positif bagi para pendidik dalam mengajar siswa mereka tidak hanya dalam pembelajaran membaca tapi juga pada pembelajaran lainnya. 
           2. Bagi para mahasiswa
Penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan ketrampilan  membaca mereka, terutama memahami teks bacaan dalam bahasa asing yang memerlukan multiple perspektif dari teman-teman mereka. 
            3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumber alternatif dan pedoman apabila mereka melaksanakan penelitian yang membahas metode pembelajaran STAD.






BAB IV

METODE PENELITIAN

 

4.1. Subyek dan Obyek Penelitian
4.1.1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian menurut Arikunto (1982:82) adalah benda, hal, atau orang  darimana data dan variabel dipermasalahkan. Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, semester I, kelas IB. Alasan dari jatuhnya pilihan pada kelas IB adalah karena berdasarkan data awal yang didapat, kelas IB adalah kelas yang memiliki perbedaan kemampuan membaca antar siswa yang paling besar dibandingkan kelas lainnya. Jumlah mahasiswa kelas IB adalah 41 orang
4.1.2. Obyek Penelitian
            Obyek penelitian adalah suatu hal yang ingin diteliti dari subyek penelitian (Arikunto, 1982). Dalam penelitian ini, obyek penelitiannya adalah kemampuan pemahaman membaca mahasiswa yang dicoba ditingkatkan dengan penerapan metode Cooperative Learning, tipe STAD.

4.2. Desain Penelitian
     Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang ditekankan pada peningkatan kemampuan pemahaman membaca mahasiswa - kelas IB jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNDIKSHA-  dengan penerapan metode Cooperative learning tipe STAD. Dalam penelitian ini akan diterapkan lebih dari satu siklus. Kember (2000) menyatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas, adalah hal yang normal atau biasa bagi peneliti untuk melakukan lebih dari satu siklus. Hal ini disebabkan, karena peningkatan suatu kemampuan hanya akan dapat dicapai dengan penerapan beberapa siklus yang setiap siklusnya mengacu pada perbaikan berdasarkan refleksi siklus sebelumnya. Gambar berikut merupakan alur siklus yang diajukan oleh Kemmis dan Wilkinson:








                                                (Kemmis dan Wilkinson in Atweh,1998:22)

Gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini, peneliti merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap tindakan (action). Peneliti juga menyiapkan semua materi dan instrument yang akan digunakan untuk mengumpulkan data.
  1. Tindakan (Action)
Tahap tindakan ini dilakukan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Tahap tindakan merupakan tahap pengimplementasian teknik pengajaran yang ingin diteliti, dalam penelitian ini adalah teknik STAD.
  1. Pengamatan (observation)
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap apa yang terjadi di kelas, bagaimana reaksi atau kelakuan siswa terhadap perkuliahan dengan metode pengajaran yang diterapkan, dan prestasi siswa
  1. Refleksi (reflection)
Pada tahap refleksi peneliti merefleksikan dan menganalisis hal-hal yang ditemukan pada tahap pengamatan, sehingga peneliti bisa memutuskan apakah penelitian harus dilanjutkan atau dihentikan. Dalam hal ini, apabila dalam pengamatan peneliti menemukan masalah yang menyebabkan belum tercapainya target penelitian, maka peneliti akan mecari pemecahan masalah tersebut dan menerapkannya pada siklus berikutnya
4.3. Teknik Pengumpulan data
              Dalam suatu penelitian, peneliti harus mengumpulkan data yang bertujuan untuk memperoleh data yang diharapkan dengan menggunakan instrumen penelitian. Jadi instrument adalah alat pengumpulan data.
            Data yang didapat bisa dibedakan berdasarkan 2 kategori yaitu: data kuantitatif dan data kualitatif. Best (1981) menyatakan bahwa data kuantitatif adalah data yang dideskripsikan dengan angka. Sementara, data kualitatif adalah data yang dideskripsikan berdasarkan hasil observasi, jadi tidak manggunakan angka melainkan analisis logika dari suatu fenomena.
         Untuk mencapai data kuantitatif dan kualitatif maka instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, kuisioner, dan buku harian peneliti. Instrumen-instrumen tersebut diuraikan sebagai berikut:

Instrumen
1.Tes

Ada dua jenis tes yang diberikan dalam penelitian ini, yaitu: pre-test dan post-test. Pre-test diberikan sebelum penerapan teknik STAD di kelas, sehingga peneliti bisa mengetahui kemampuan awal mahasiswa dalam pemahaman membaca. Hasil dari tes ini akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan penelitian. Sementara post-test diberikan pada setiap siklus, setelah penerapan teknik STAD di kelas. Pretest dan Post-test yang diberikan terdiri dari 10 butir soal objektif, 5 butir soal pernyataan benar-salah, dan 5 butir soal mencari kosakata berdasarkan konteks. Jadi jumlah total soal adalah 20 butir soal (soal pre-test dan post-test dilampirkan dalam lampiran)
Hasil kedua tes tersebut; pre-test dan pos-test akan dibandingkan untuk melihat apakah ada peningkatan kemampuan pemahaman membaca siswa atau tidak. Post-test akan diberikan sebanyak siklus yang diterapkan pada penelitian ini. Banyaknya siklus yang diterapkan bergantung dari ada tidaknya hal yang perlu ditingkatkan dari tiap siklus. Apabila pada siklus pertama peneliti menemukan suatu masalah, maka peneliti akan mencari solusinya dan menerapkannya pada siklus kedua. Hal ini akan terus dilakukan sampai peneliti mencapai target penelitian yang diharapkan atau sampai batas waktu penelitian.

2. Kuisioner
Kuisioner diberikan untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan pemahaman membaca mahasiswa. Ada dua jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini. Kuisioner tersebut adalah kuisioner awal yaitu kuisioner yang diberikan pada mahasiswa pada observasi awal (pre-study) dan kuisioner akhir –kuisioner yang diberikan diakhir setiap siklus.
Kuisioner awal diberikan untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa dalam pemahaman membaca. Sementara kuisioner akhir diberikan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan pemahaman membaca mahasiswa setelah pelaksanaan tindakan.
Kuisioner awal terdiri dari 10 item dan kuisioner akhir terdiri dari 10 item dan satu isian komentar tentang pelaksanaan teknik STAD. Data yang diperoleh dari kuisioner ini adalah data kualitatif. Untuk lebih jelas lembar kuesioner telah dicantumkan pada bagian lampiran.
KUISIONER AWAL

  1. Do you always consult with your dictionary for every single difficult word in your reading?
a. yes                           b. no
  1. Do you find any difficulties in reading comprehension?
a. yes                           b. no
  1. Do you always read in detail when you only need to find specific information in your reading?
a. yes                           b. no
  1. Can you usually guess what a reading text is about from the title?
 a. yes                          b. no
  1. Can you infere from the reading about specific things?
a. yes                           b. no
  1. Can you usually understand the main idea of your reading?
a. yes                           b. no
  1. Can you summarize your reading after you read it?
a. yes                           b. no
  1. Can you relate the ideas in your reading?
a. yes                           b. no
  1. Can you usually grasp the things written implicitly in English or reading between the lines (identifying the hidden meaning)?
a. yes                           b. no
  1. Do you think you comprehend an English text better than some of your friends?
a. yes                           b. no

 
3. Buku Harian Peneliti
Buku harian peneliti dibuat oleh peneliti sendiri, yang digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi di kelas selama proses belajar mengajar. Hal-hal yang perlu dicatat meliputi tingkah laku mahasiswa, situasi kelas dan hasil penerapan teknik STAD

4.4. Prosedur Penelitian
            Sebagaimana yang telah dijelaskan pada desain penelitian diatas, penelitian ini akan melalui beberapa siklus. Peneliti merencanakan untuk menerapkan 3 siklus dalam penelitian ini. Hal ini direncanakan berdasarkan hasil  pengamatan awal, peneliti meyakini bahwa dengan tingkat kemampuan mahasiswa dalam pemahaman membaca tersebut 3 siklus penelitian akan mampu menjawab masalah penelitian ini. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
            Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah dengan melakukan pengamatan awal. Tahap pertama ini dilakukan dengan memberikan pre-test  dan kuisioner pada mahasiswa, untuk mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan. Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan dari tahap pertama, dan penjelasan umum tentang langkah-langkah pelaksanaan siklus penelitian.

4.4.1. Pelaksanaan Pengamatan Awal
            Pelaksanaan pengamatan awal ini meliputi beberapa tahap, yaitu perencanan, pengamatan dan refleksi.

Perencanaan
            Sebelum memberikan pre-test dan kuisioner, peneliti membuat beberapa persiapan sebagai berikut:
-          Mendesain bentuk dan isi pre-test dan kuisioner awal
-          Menyiapkan sebuah buku harian peneliti
-          Menentukan jadwal pelaksanaan dan waktu yang dibutuhkan.

Pengamatan
            Selama pelaksanaan pre-test, peneliti mengamati situasi kelas dan tingkah laku mahasiswa dalam menjawab tes tersebut. Peneliti juga menganalisa hasil kuisioner yang telah dikerjakan mahasiswa sebelumnya.. Hasil pre-test, dan hasil  analisa kuisioner dijadikan pedoman untuk melakukan penelitian.

Refleksi
            Setelah mendapatkan hasil dari pengamatan tersebut diatas, peneliti akan menentukan apakah penelitian akan dilaksanakan atau tidak. Hal ini bergantung pada hasil pengamatan peneliti. Jika pengamatan peneliti menunjukan bahwa mahasiswa memiliki kemampuan pemahaman membaca yang kurang atau rendah maka peneliti akan melanjutkan penelitian.
4.4.2. Pelaksanaan siklus-siklus penelitian
            Pada pelaksanaan setiap siklus, peneliti merencanakan untuk menyelesaikannya dalam 3 kali pertemuan. Karena dalam penelitian ini terdapat 3 siklus maka akan terdapat 9 kali pertemuan dan 1 kali pertemuan ketika pengamatan awal. Hal ini berarti ada 10 kali pertemuan dengan mahasiswa dalam penelitian ini.
Pada setiap siklus akan dilaksanakan 2 kali presentasi, itu berarti pada setiap siklus akan ada dua buah wacana yang dibahas. Adapun topik dan judul wacana pada siklus-siklus penelitian tersebut direncanakan sebagai berikut.
Siklus
Topik dan judul wacana
Siklus I


Siklus II


Siklus III
Topik: Language
Judul Wacana: - Animals Language
                         - Parentese
Topik: Education
Judul Wacana: - What Can We Learn From Art?
                        - Education : A Reflection of Society
Topik : Global Change
Judul Wacana: - Changing Career Trends
                        - Global Travel Beyond
                       
            Tabel 4: Topik dan Judul Wacana

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Berikut adalah uraian pelaksanaan keempat tahap tersebut secara umum.

Perencanaan
            Ada beberapa persiapan yang dilakukan oleh peneliti sebelum pelaksanaan siklus, yaitu:
-          Membuat skenario perkuliahan
-          Menyiapkan materi perkuliahan, yaitu teks bacaan dan latihan-latihan yang menuntut kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan.
-          Menentukan jadwal dan lama waktu pelaksanaan
-          Menyiapkan buku harian peneliti
-          Menyiapkan post-test I dan kuisioner akhir

Tindakan
            Pelaksanaan tahap tindakan sejalan dengan apa yang telah direncanakan dalam skenario perkuliahan, yang telah dirancang berdasarkan tahap-tahap pelaksanaan teknik pengajaran STAD. Berikut adalah rancangan skenario perkuliahan secara umum.
Table 5: Skenario Perkuliahan Secara Umum
Kegiatan Dosen
Kegiatan Mahasiswa
Apersepsi
¨      Dosen menyapa mahasiswa
¨      Dosen mengecek daftar hadir mahasiswa
¨      Dosen memberikan ulasan tentang topik bacaan secara umum, dengan memberikan ilustrasi atau gambaran ataupun beberapa pertanyaan berkaitan dengan topik tersebut
Perkuliahan (kegiatan inti)
¨      Dosen memaparkan (mempresentasikan) hal-hal berkenaan dengan teks bacaan yang akan dibahas untuk memberikan pandangan awal bagi mahasiswa.
¨       Dosen membentuk 6 grup yang masing-masing terdiri dari 7 orang dan memberikan tiap-tiap grup satu buah teks bacaan. 
¨      Dosen meminta siswa untuk membaca teks bacaan yang diberikan dan menjawab pertanyaan pada lembar kerja
¨      Dosen memberikan satu buah teks bacaan lagi kemudian memberikan sedikit pemaparan tentang teks bacaan
¨      Dosen meminta mahasiswa membacanya bersama-sama dan mengerjakan latihannya.
¨      Dosen kemudian memberikan kuis individual yang juga merupakan post-test I pada mahasiswa
¨      Dosen mediskusikan soal-soal pada post-test.

¨      Dosen mengumumkan peningkatan individual point masing-masing mahasiswa
¨      Dosen memberikan penghargaan bagi kelompok dengan skor grup tertinggi.
Kegiatan penutup
¨      Dosen memberikan ulasan tentang teks-teks yang dibahas sebelumnya.
¨      Dosen bertanya apakah mereka memiliki pertanyaan berkaitan dengan teks-teks tersebut.
¨      Dosen memberikan kuisioner akhir agar dijawab mahasiswa
¨      Dosen menutup perkuliahan


Apersepsi
¨      Para mahasiswa memberikan respon
¨      Mahasiswa mengangkat tangan ketika namanya disebut.
¨      Mahasiswa memberikan perhatian pada pemaparan dosen, dan/atau memberi tanggapan pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

Perkuliahan (kegiatan inti)
¨      Mahasiswa memberikan perhatian




¨      Mahasiswa duduk didalam grupnya



¨      Mahasiswa membaca teks bersama-sama dan saling membantu memahami teks bacaan tersebut dan bersama-sama mengerjakan latihan.
¨      Mahasiswa mendengarkan pemaparan dosen dengan baik.

¨      Mahasiswa membaca teks bacan dan mengerjakan latihan bersama-sama

¨      Mahasiswa mengerjakan tes dengan tertib

¨      Mahasiswa ikut menjawab dan mendengarkan pembahasan tes dengan baik
¨      Mahasiswa mendengarkan dengan baik

¨      Mahasiswa memperhatikan

Kegiatan Penutup
¨      Mahasiswa mendengarkan dengan baik
¨      Mahasiswa memberikan respon


¨      Mahasiswa mengerjakan kuisioner akhir




Pengamatan
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap segala jenis gejala yang tampak pada obyek penelitian (Margono dalam Prawati, 2001:58)
            Observasi dilaksanakan selama tahap tindakan di dalam kelas. Peneliti mencatat hal-hal yang penting pada buku harian peneliti seperti: tingkah laku mahasiswa sebagi respon terhadap penerapan teknik STAD, dan kelebihan dan kekurangan dari teknik STAD yang dapat dilihat berdasarkan respon mahasiswa. Selain mengamati pelaksanaan penerapan teknik STAD, peneliti juga menganalisa hasil dari post test I dan kuisioner akhir. Hasil pengamatan ini akan mencerminkan seberapa efektif penerapan teknik STAD ini.

Refleksi
            Pada tahap refleksi, peneliti mencermati hasil pengamatan. Dengan mencermati hasil pengamatan tersebut, peneliti bisa mencapai suatu kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan dari teknik yang diterapkan (teknik STAD).
            Berdasarkan hasil analisis dari post test I, kuisioner dan catatan pada buku harian peneliti, peneliti kemudian memutuskan apakah penelitian harus dilanjutkan atau dihentikan. Jika hasil dari post-test I tidak mencapai target, yaitu mencapai rata-rata kelas diatas 8,0; maka penelitian harus dilanjutkan
Apabila penelitian dilanjutkan maka peneliti akan berusaha merancang suatu strategi atau solusi yang dapat menanggulangi kelemahan dari penerapan teknik STAD tersebut pada siklus berikutnya. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan hasil atau prestasi mahasiswa yang lebih baik.
Pelaksanaan siklus II dan siklus III, secara umum sama dengan pelaksanaan siklus I diatas. Jadi pada siklus II dan III akan terdapat juga post-test II dan Post-test III begitu juga kuisioner akhir. Akan tetapi pelaksanaan siklus II dan siklus III selalu mengandung adanya perbaikan berdasarkan hasil refleksi dari siklus sebelumnya. Hal ini akan terlihat lebih jelas apabila penelitian telah dilaksanakan. 

4.5. Analisis Data
             Ada beberapa tahap dalam menganalisis data kuantitatif. Pertama, peneliti memeriksa hasil tes mahasiswa dan memberikan skor. Kedua, peneliti mencari nilai rata-rata kelas.
            Rumus-rumus yang digunakan dalam menganalisis data didapat dari Masidjo (1995). Rumus-rumus tersebut diuraikan sebagai berikut:
1.      Skor masing masing Mahasiswa

X =
Keterangan: X       = skor masing-masing mahasiswa
                    N       = Jumlah jawaban benar
                    n        = Jumlah soal per sepuluh
2.      Rata-rata kelas

Keterangan :
             = rata-rata kelas
          = total skor
N               = jumlah total mahasiswa
            Penelitian akan dihentikan dan dinyatakan berhasil jika nilai rata-rata kelas mencapai atau lebih dari 8,0 atau 80% seperti kategori nilai Masidjo (1995)  yaitu dikategorikan sebagai “bagus” atau “istimewa” jika lebih dari 90%
            Sementara data kualitatif, yang berasal dari hasil kuisioner, dapat diukur dengan menggunakan persentase. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
% = jumlah mahasiswa memilih sebuah item         X 100%
                  jumlah total mahasiswa
Analisis data  dilakukan dengan mencari prosentase dari masing-masing item yang dijawab oleh responden. Data tersebut kemudian diinterpretasikan secara kualitatif dengan panduan kriteria berikut:

prosentase
kriteria
85% - 100%
sangat tinggi
70% - 84 %
tinggi
50 % -69 %
cukup tinggi
40 % -54%
kurang tinggi
0% - 39 %
tidak tinggi







Tabel 6. Kriteria Interpretasi Kualitatif
(Sumber buku pedoman studi UNDIKSHA, 2007)


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

            Terdapat 2 jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif di dapat dari hasil pre-test, post test I, post test II dan post test III.
            Pre-test yang diberikan terdiri dari 10 butir soal objektif, 5 butir soal pernyataan benar-salah, dan 5 butir soal mencari kosakata berdasarkan konteks. Jadi jumlah total soal adalah 20 butir soal. Tabel berikut adalah hasil dari pre test yang diberikan:
no siswa
N
n
X
1
15
2
7.5
2
12
2
6
3
10
2
5
4
9
2
4.5
5
11
2
5.5
6
6
2
3
7
4
2
2
8
12
2
6
9
4
2
2
10
18
2
9
11
12
2
6
12
13
2
6.5
13
10
2
5
14
9
2
4.5
15
8
2
4
16
9
2
4.5
17
5
2
2.5
18
7
2
3.5
19
12
2
6
20
15
2
7.5
21
16
2
8
22
12
2
6
23
14
2
7
24
8
2
4
25
9
2
4.5
26
12
2
6
27
14
2
7
28
15
2
7.5
29
12
2
6
30
18
2
9
31
12
2
6
32
15
2
7.5
33
13
2
6.5
34
6
2
3
35
7
2
3.5
36
5
2
2.5
37
12
2
6
38
13
2
6.5
39
15
2
7.5
40
12
2
6
41
12
2
6







226.5







5.5
Tabel 7. Hasil Pre-test
Keterangan:
X       = skor masing-masing mahasiswa
N       = Jumlah jawaban benar
n        = Jumlah soal per sepuluh
     = rata-rata kelas
        = total skor
            Berdasarkan tabel tersebut diatas didapatkan rata-rata kelas 5,5 yang memiliki prosentase 55%, dikategorikan sebagai ”kurang”:
(X) =        x      100%
     =            x 100 %
      = 55%
            Pada observasi awal peneliti juga menyebarkan kuesioner yang terdiri dari 10 item yang disebar ke subjek penelitian. Hasil dari data kuisioner adalah 35 orang (85,4%) menyatakan selalu tergantung pada kamus untuk memahami teks bahasa Inggris. Bahkan, 41 orang (100%) mengaku mengalami kesulitan dalam memahami teks bahasa Inggris. Dalam memahami teks bahasa Inggris, sering kali pembaca diminta untuk menjelaskan sesuatu yang bisa didapat hanya dengan membaca bagian spesifik dari sebuah wacana.  Sayangnya banyak pula orang tidak bisa melakukan scanning, sehingga lebih memilih untuk membaca seluruh teks hanya untuk mencari informasi spesifik. 30 orang mahasiswa (73,2%) menyatakan bahwa mereka cenderung merupakan golongan tipe ini. Hal ini berarti mereka belum memiliki ketrampilan scanning dan skimming, yaitu ketrampilan membaca sekilas untuk mencari apa yang diperlukan. Walaupun demikian, dari hasil kuisioner diperoleh bahwa 38 orang (92,7%) mampu memprediksi apa yang akan dibahas sebuah teks bahasa Inggris hanya dengan membaca judulnya saja. Hal ini mungkin bukanlah sesuatu yang luar biasa karena pada umumnya judul sebuah wacana memang merupakan cerminan dari isi didalamnya. Akan tetapi, kemampuan mahasiswa untuk memutuskan suatu hal berdasarkan informasi yang didapat dari hasil pemahaman membaca hanya diakui oleh 5 orang mahasiswa (12,2%). Selain itu, 30 orang (73,2%) menyatakan mengalami kesulitan untuk mengetahui ide pokok dari teks bahasa inggris yang dibaca. Kemampuan memahami bacaan bisa pula diindikasikan dengan kemampuan meringkas bacaan tersebut, untuk poin ini hanya 9 orang (22%) yang menyatakan diri mampu melakukan hal tersebut. Sementara, 7 orang (17,1%) mengaku mampu menghubungkan ide satu dan yang lainnya dari sebuah teks bahasa inggris. Poin berikutnya, merupakan kemampuan untuk memahami atau mengerti arti tersembunyi  dan bukan pengertian literal yang terdapat dalam teks bahasa Inggris. Untuk poin tersebut, hanya 3 orang (7.3%) yang merasa yakin mampu melakukannya. Poin terakhir dalam kuisioner awal ini menanyakan pendapat mahasiswa akan kemampuan mereka diantara temannya. 15 orang (36,6%) merasa memiliki kemampuan memahami bacaan bahasa Inggris yang lebih baik dari teman-temannya. Sementara 26 orang (63,4%) mengaku memiliki kemampuan yang lebih rendah. Untuk lebih memahami secara jelas, berikut ditampilkan tabel hasil kuesioner awal beserta poin-poin pertanyaan yang diajukan.
Pertanyaan
yes
%
no
%
  1. Do you always consult with your dictionary for every single difficult word in your reading?

35
85.4
6
14.6
  1. Do you find any difficulties in reading comprehension?

41
100.0
0
0.0
  1. Do you always read in detail when you only need to find specific information in your reading?

30
73.2
11
26.8
  1. Can you usually guess what a reading text is about from the title?

38
92.7
3
7.3
  1. Can you infer from the reading about specific things?

5
12.2
36
87.8
  1. Can you usually understand the main idea of your reading?

11
26.8
30
73.2
  1. Can you summarize your reading after you read it?

9
22.0
32
78.0
  1. Can you relate the ideas in your reading?

7
17.1
34
82.9
  1. Can you usually grasp the things written implicitly in English or reading between the lines (identifying the hidden meaning)?
3
7.3
38
92.7
  1. Do you think you comprehend an English text better than some of your friends?

15
36.6
26
63.4
Tabel 8. Tabel Hasil Kuesioner Awal
            Dari hasil pre-test dan kuesioner awal tersebut diatas peneliti berupaya untuk menerapkan Metode Cooperative Learning tipe STAD untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan Bahasa Inggris. Detail pelaksanaan siklus-siklus penelitian dipaparkan sebagai berikut:
Siklus I
            Siklus pertama dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan yang membahas topik Language dengan dua buah wacana yaitu “Animals Language” dan “Parentese”. Sebelum proses tindakan peneliti:
-          Membuat cenario perkuliahan
-          Menyiapkan materi perkuliahan, yaitu teks bacaan dan latihan-latihan yang menuntut kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan.
-          Menentukan jadwal dan lama waktu pelaksanaan
-          Menyiapkan buku harian peneliti
-          Menyiapkan post-test I dan kuisioner akhir
Pada tahap tindakan Mahasiswa diberikan perlakuan dengan menggunakan teknik pengajaran STAD. Setelah ulasan presentasi akan topik yang akan dibahas diberikan oleh  dosen,  mahasiswa kemudian dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari bersama-sama wacana yang dibagikan.
Pada awalnya mahasiswa terlihat sedikit gugup karena mereka dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil oleh dosennya. Hal ini dapat dipahami karena mereka tidak diijinkan untuk memilih anggota kelompok mereka, sehingga mereka sedikit merasa tidak nyaman untuk berkelompok dengan pilihan dosen mereka. Akan tetapi tindakan ini bukannya tidak mengandung maksud, hal ini dilakukan untuk menjaga heterogenitas dari kelompok yang dibentuk yang merupakan salah satu ciri kelompok cooperative learning.
Pada pertemuan I Mahasiswa tampak begitu bersemangat setelah mereka beradaptasi dengan kelompok mereka. Mereka saling bahu-membahu dan bantu-membantu dalam memahami wacana ”Animals Language”. Tampak pula terjadi interaksi yang begitu aktif diantara mahasiswa dalam mengerjakan latihan-latihan yang membantu mereka untuk lebih memahami bacaan tersebut. Hal yang sama berlanjut pada pertemuan II ketika mereka mendiskusikan wacana ”parentese”.  Tetapi, kecenderungan yang terjadi  pada sesi diskusi ini adalah mahasiswa yang lemah sering hanya ditugaskan sebagai juru tulis dalam kelompoknya. Sementara, mahasiswa yang lebih pandai cenderung mengambil posisi pemikir, dalam mengerjakan latihan-latihan tersebut.
Pertemuan III mahasiswa diminta untuk mengerjakan kuis individual untuk menguji pemahaman mereka atas dua bacaan yang telah mereka diskusikan dalam kelompok mereka pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Kuis Individual inilah yang nantinya menunjukkan keberhasilan kelompok mereka dalam memahami wacana yang diberikan. Untuk peningkatan skor, setiap siswa diberikan skor standar yang berasal dari nilai pre-test. Siswa bisa meningkatkan skor kelompok mereka dengan meningkatkan skor individual mereka. Jadi peningkatan skor kelompok terjadi apabila skor individual meningkat berdasarkan tingkat tertentu dari skor standar mereka (lihat standar peningkatan skor individual pada tinjauan pustaka).
            Setelah mengumumkan skor kuis individual mahasiswa, dosen kemudian mengumumkan dan memberikan reward berupa 5 point skor lagi bagi kelompok yang mengalami peningkatan skor kelompok terbanyak.

Hasil post test I
            Pada akhir tindakan mahasiswa kemudian mengerjakan post test I yang bertujuan melihat perkembangan kemampuan membaca mereka dibandingkan dengan hasil pre-tes. Pada hasil post test I, tampak terjadi peningkatan rata-rata kelas yaitu dari hasil pre-tes 5,5 ke hasil post tes I 6,1.  Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil post-test I:


post test I
no siswa
N
n
X
1
18
2
9
2
12
2
6
3
15
2
7.5
4
16
2
8
5
11
2
5.5
6
6
2
3
7
4
2
2
8
16
2
8
9
9
2
4.5
10
18
2
9
11
12
2
6
12
13
2
6.5
13
12
2
6
14
12
2
6
15
12
2
6
16
10
2
5
17
6
2
3
18
7
2
3.5
19
12
2
6
20
15
2
7.5
21
16
2
8
22
12
2
6
23
14
2
7
24
12
2
6
25
12
2
6
26
12
2
6
27
15
2
7.5
28
12
2
6
29
12
2
6
30
18
2
9
31
12
2
6
32
15
2
7.5
33
13
2
6.5
34
6
2
3
35
7
2
3.5
36
12
2
6
37
12
2
6
38
13
2
6.5
39
15
2
7.5
40
13
2
6.5
41
14
2
7


251.5



6.1
Tabel 9.  Hasil Post-test I
Hasil kuesioner akhir pada siklus I
            Kuesioner akhir diberikan di tiap-tiap akhir siklus untuk menjaring pendapat Mahasiswa tentang metode Cooperative Leraning. Berikut adalah kriteria yang digunakan mengukur prosentase data kuisioner:
prosentase
kriteria
85% - 100%
sangat tinggi
70% - 84 %
tinggi
50 % -69 %
cukup tinggi
40 % -54%
kurang tinggi
0% - 39 %
tidak tinggi







Pada akhir siklus pertama, 15 orang (36,6%) menyatakan bahwa (poin 1) kosakata bahasa Inggris yang mereka miliki meningkat dengan pembelajaran berkelompok. Walaupun demikian 38 orang (92,7%) mengakui bahwa (poin 2) pembelajaran berkelompok dalam memahami teks bahasa Inggris benar-benar bermanfaat. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner pada poin berikutnya; 25 orang (61%) merasakan (poin 3) bekerja dalam kelompok membantu mereka memahami detail-detail spesifik dari wacana yang mereka diskusikan. Kebermanfaatan bekerja secara kelompok ditunjukkan dengan pengakuan 41 orang (100%) bahwa (poin 4)berbagi pendapat dan pengetahuan dengan teman kelompok memudahkan mereka memprediksi isi wacana. Selain itu (poin 5) kemampuan mahasiswa untuk memutuskan suatu hal berdasarkan informasi yang didapat dari hasil pemahaman membaca diakui bertambah baik oleh 30 orang (73,2%) dalam bekerja secara kelompok. Pembelajaran tipe ini juga membantu mahaasiswa dalam (poin 6) memahami ide pokok dari wacana, hal ini diakui oleh 23 orang (56,1). Akan tetapi, (poin 7) kemampuan meringkas wacana dikatakan mengalami peningkatan oleh hanya 10 orang (24,4%). Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan meringkas haruslah benar-benar didukung oleh penguasaan kosakata dan ketrampilan menuangkan ide secara tertulis dalam bahasa Inggris. Sehingga, tindakan pada siklus I rupanya tidaklah cukup karena belum bisa meningkatkan ketrampilan ini secara maksimal. Begitu pula (poin 8)  pertanyaan tentang apakah teman kelompok membantu mereka menghubungkan ide-ide dalam bacaan hanya diakui oleh 16 orang (39%). Sementara, 25 orang (61%) mengakui bahwa hal ini belum banyak mengalami peningkatan. Akan tetapi, 35 orang (85,4%) mengaku bahwa (poin 9) bekerja dalam kelompok membantu pemahaman arti-arti yang tersembunyi jauh lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri. Poin terakhir menjaring pendapat 35 orang (85,4%) yang mengakui bahwa bekerja secara kelompok meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami bacaan.
            Dalam kuesioner akhir, mahasiswa diberi kesempatan untuk menulis komentar mereka tentang penerapan teknik STAD. 90% menyatakan bahwa teknik ini benar-benar inovatif karena selain membuat mereka berkompetisi dengan kelompok lain mereka juga dibuat saling berbagi pengetahuan. Yang paling disoroti adalah desain teknik ini yang menyiapkan reward dan peningkatan poin individual dan kelompok. Banyak yang berpendapat bahwa mereka berusaha untuk bersungguh-sungguh dalam memahami wacana, karena mereka ingin menyumbang poin pada skor kelompok mereka.
            Berikut adalah tabel hasil kuesioner akhir I beserta komponen, prosentase dan kriteria:
kuesioner akhir I
no item
yes
%
kriteria
  1. Do you find that working with your friends help you improve your vocabulary knowledge?

15
36.6
tidak tinggi
  1. Do you find that working with group-mates in comprehending a reading text is worth doing?

38
92.7
sangat tinggi
  1. Do you think that working with friends help you to understand specific details of your reading?

25
61.0
cukup tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you to predict what the text is about?

41
100.0
sangat tinggi
  1. Do you think infering from the reading about specific things is more easily when you do with your group-mates than alone?

30
73.2
tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you understand the main idea of your reading?

23
56.1
cukup tinggi
  1. Do you summarize your reading more easily after you read it and discuss it with your group-mates?

10
24.4
tidak tinggi
  1. Do you think your group-mates help you relate the ideas in your reading?

16
39.0
tidak tinggi
  1. Do you think  you can grasp the things written implicitly in English better when you do it with your group-mates than alone

35
85.4
sangat tinggi
  1. Do you think that working with group-mates improve your reading comprehension?

35
85.4
sangat tinggi
Tabel 10.  Hasil kuesioner akhir I

Refleksi dari pelaksanaan siklus I
Refleksi dari pelaksanaan siklus I dapat dilihat melalui tabel berikut:
Hasil kuantitatif
Hasil kualitatif
Tindakan perbaikan
Hasil dari post test I menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kelas dari 5,5 menjadi 6,1. Hal ini menunjukkan bahwa teknik STAD memberi pengaruh pada kemampuan pemahaman membaca mahasiswa
Berdasarkan catatan pada buku harian peneliti ditemukan bahwa mahasiswa sangat aktif berinteraksi di dalam kelas. Sayangnya, dalam mengerjakan latihan masih ditemukan kecenderungan untuk menempatkan mahasiswa yang lemah sebagai juru tulis dan mahasiswa yang pandai sebagai pemikir.
Hasil kuesioner, juga menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam meringkas wacana diakui meningkat hanya oleh 10 orang (24,4%) yang berada pada kriteria tidak tinggi.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah menguji cobakan teknik STAD lagi pada siklus II untuk meningkatkan hasil kualitatif dan kuantitatif secara maksimal.
Akan tetapi untuk siklus berikutnya penerapan teknik STAD haruslah dilakukan dengan sedikit improvisasi. Mahasiswa akan tetap diminta mendiskusikan dan mengerjakan latihan dalam kelompok, tetapi setiap mahasiswa harus menulis hasil diskusi mereka secara individual. Dengan demikian, mahasiswa akan merasa bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka dan tidak menempatkan beberapa teman mereka sebagai pihak subordinasi (juru tulis)
Tabel 11. Refleksi dari pelaksanaan siklus I

Siklus II
            Sebagaimana yang telah dilakukan pada siklus I, pada siklus II peneliti juga melakukan persiapan-persiapan seperti instrumen penelitian, skenario perkuliahan dan materi perkuliahan. Pada siklus ini dibahas topik “Education” dengan dua judul wacana yaitu: “What Can We Learn From Art?” and  Education : A Reflection of Society”. Sama seperti pada siklus I, pada siklus ini juga dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan.
            Pada tahap tindakan mahasiswa sekali lagi diberikan perlakuan dengan teknik STAD. Berbeda dari tindakan pada siklus I dimana mahasiswa mengerjakan latihan bersama dengan satu laporan tertulis, pada siklus II  setiap mahasiswa wajib menulis hasil diskusi mereka pada lembar kertas masing-masing. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya subordinasi mahasiswa yang pintar pada mahasiswa yang lemah dengan memperlakukan mereka tidak lebih dari juru tulis. Melalui improvisasi ini diharapkan tujuan metode cooperative learning untuk saling membelajarkan siswa dan saling membantu satu sama lain bisa tercapai.
            Pada pertemuan I ketika mahasiswa telah duduk dalam kelompoknya, mereka terlihat begitu bersemangat. Hal ini mungkin disebabkab karena (1) mereka telah mulai beradaptasi dan mengenal dengan baik kelompok mereka, (2) mereka ingin lagi menikmati kompetisi antar kelompok seperti yang telah mereka alami sebelumnya. Pada sesi diskusi dan pengerjaan latihan, tampak terjadi interaksi yang positif antar mahasiswa. Belajar dari siklus sebelumnya, setiap mahasiswa kini menyadari bahwa dengan meningkatkan kemampuan individual mereka maka mereka juga bisa meningkatkan skor kelompok mereka. Hal ini membuat mereka benar-benar bersungguh-sungguh berdiskusi. Tampak dengan jelas bagaimana mahasiswa yang pintar berusaha membantu mahasiswa yang lemah untuk bisa memahami wacana dengan lebih baik. Begitu pula kali ini, mahasiswa yang lemah tidak segan-segan bertanya atau mendengarkan bahkan mengeluarkan pendapat pada sesi diskusi. Mereka semua terikat dalam satu misi untuk bisa menjadi yang terbaik dalam ajang kompetisi kelompok tersebut.
Hal yang sama terjadi pada pertemuan II ketika mereka membahas wacana yang ke II. Masing-masing ingin meningkatkan skor individual mereka untuk berkontribusi pada peningkatan skor kelompok mereka. Hanya saja walaupun mahasiswa sangat aktif dalam kelompoknya, tetapi sesi diskusi mengalami sedikit gangguan karena jarak antara kelompok satu dan yang lain cukup berdekatan. Sehingga tampak ada kelompok yang berusaha mencuri dengar hasil diskusi kelompok lain. Jika hal ini dibiarkan maka kelompok tersebut tidak akan mengalami peningkatan karena terus menerus berusaha ”mengintip” pekerjaan kelompok lain.
Pada pertemuan III mahasiswa diminta untuk mengerjakan kuis individual untuk menguji pemahaman mereka atas dua bacaan yang telah mereka diskusikan dalam kelompok mereka pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Mahasiswa tampak sangat antusias mengerjakan kuis individual tersebut. Semuanya benar-benar terfokus pada lembar kerjanya dan berusaha melakukan yang terbaik.
Ketika sesi kuis berakhir, dosen kemudian memeriksa kuis bersama-sama dan mengumumkan kelompok dengan skor tertinggi. Kelompok tersebut kemudian mendapat reward berupa tambahan 5 point skor lagi.
Hasil post test II
            Pada akhir tindakan mahasiswa kemudian mengerjakan post test II. Pada hasil post test II, tampak terjadi peningkatan rata-rata kelas yaitu dari hasil post-tes I 6,1 ke hasil post tes II 7,3.  Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil post-test II:
post test II
no siswa
N
n
skor
1
18
2
9
2
15
2
7.5
3
16
2
8
4
16
2
8
5
13
2
6.5
6
14
2
7
7
12
2
6
8
16
2
8
9
12
2
6
10
18
2
9
11
12
2
6
12
15
2
7.5
13
15
2
7.5
14
14
2
7
15
13
2
6.5
16
15
2
7.5
17
15
2
7.5
18
13
2
6.5
19
15
2
7.5
20
16
2
8
21
16
2
8
22
12
2
6
23
12
2
6
24
15
2
7.5
25
16
2
8
26
16
2
8
27
15
2
7.5
28
15
2
7.5
29
12
2
6
30
19
2
9.5
31
12
2
6
32
18
2
9
33
13
2
6.5
34
15
2
7.5
35
10
2
5
36
14
2
7
37
14
2
7
38
13
2
6.5
39
18
2
9
40
15
2
7.5
41
16
2
8







299.5







7.3
Tabel 12. Hasil post-test II

Hasil kuesioner akhir pada siklus II
            Secara umum hasil kuesioner mengalami peningkatan prosentase. Terutama pada poin 7 yang semula 24,4 % pada kriteria “tidak tinggi” menjadi 61% pada kriteria cukup tinggi.  Mengenai komentar isian pada kuesioner kali ini tidak mengalami perubahan dari komentar isian pada kuesioner akhir I. Berikut adalah tabel hasil kuesioner akhir II beserta komponen, prosentase dan kriteria:
Kuesioner akhir II
no item
yes
%
kriteria
  1. Do you find that working with your friends help you improve your vocabulary knowledge?

18
43.9
kurang tinggi
  1. Do you find that working with group-mates in comprehending a reading text is worth doing?

41
100.0
sangat tinggi
  1. Do you think that working with friends help you to understand specific details of your reading?

30
73.2
tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you to predict what the text is about?

41
100.0
sangat tinggi
  1. Do you think infering from the reading about specific things is more easily when you do with your group-mates than alone?

36
87.8
sangat tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you understand the main idea of your reading?

30
73.2
tinggi
  1. Do you summarize your reading more easily after you read it and discuss it with your group-mates?

25
61
cukup tinggi
  1. Do you think your group-mates help you relate the ideas in your reading?

25
61.0
cukup tinggi
  1. Do you think  you can grasp the things written implicitly in English better when you do it with your group-mates than alone

35
85.4
sangat tinggi
  1. Do you think that working with group-mates improve your reading comprehension?

38
92.7
sangat tinggi
Tabel 13. Tabel hasil kuesioner akhir II

Refleksi dari pelaksanaan siklus II
Refleksi dari pelaksanaan siklus II dapat dilihat melalui tabel berikut:
Hasil kuantitatif
Hasil kualitatif
Tindakan perbaikan
Hasil dari post test I menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kelas dari 6,1 menjadi 7,3.
Berdasarkan catatan pada buku harian peneliti ditemukan bahwa mahasiswa sangat aktif berinteraksi di dalam kelas. Sayangnya, dalam mengerjakan latihan masih ditemukan kecenderungan satu kelompok mencuri dengar hasil diskusi kelompok lain, yang dimungkinkan oleh jarak kelompok yang cukup berdekatan.
Hasil kuesioner, juga menunjukkan bahwa prosentase hasil kuesioner secara umum meningkat. Pada 7 yang semula 24,4 % pada kriteria “tidak tinggi” menjadi 61% pada kriteria cukup tinggi.
Untuk mencapai target rata-rata kelas 8,0 tindakan yang perlu dilakukan adalah menguji cobakan teknik STAD lagi pada siklus III untuk meningkatkan hasil kualitatif dan kuantitatif secara maksimal.
Akan tetapi sedikit improvisasi perlu dilakukan. Pada siklus III kelompok akan dibentuk secara tersebar dan berjauhan. Sehingga setiap kelompok membentuk koloninya dan berupaya meningkatkan kemampuan masing-masing anggotanya. Dengan demikian, mahasiswa akan merasa bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka dan tidak berusaha memanfaatkan hasil diskusi kelompok lain.
Tabel 14. Refleksi dari pelaksanaan siklus II

Siklus III
            Berdasarkan refleksi dari siklus II, maka peneliti menyimpulkan bahwa siklus III perlu dilaksanakan untuk mencapai target penelitian. Pada siklus III, mahasiswa membahas topik “Global Change” dengan 2 wacana berjudul “Changing Career Trends” dan “Global Travel Beyond”. Siklus III ini pun dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan.
            Pada tahap tindakan mahasiswa kembali bekerja dalam kelompok, akan tetapi kali ini dosen lebih cermat mengatur posisi duduk masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok diatur sedemikian rupa, sehingga mereka bisa bekerja dengan kemampuan mereka sendiri.
            Pengaturan posisi duduk, ternyata benar-benar berdampak seperti yang diharapkan. Semua kelompok kini, berusaha berdiskusi secara bersungguh-sungguh dalam kelompoknya. Hal ini terlihat dengan jelas pada sesi diskusi pada pertemuan I dan II. Peneliti mengamati semua kelompok berinteraksi di dalam kelompoknya masing-masing tanpa adanya usaha untuk mencuri dengar hasil diskusi kelompok lain. Pada pertemuan III, mahasiswa kembali terlihat begitu antusias. Rupanya mereka bahkan menunggu-nunggu saat pengerjaan kuis individual. Mereka ingin membuktikan bahwa mereka telah berusaha keras dalam kelompoknya, dan mereka ingin mengerjakan kuis individual untuk meningkatkan skor kelompok mereka.
            Setelah mengerjakan kuis individual, dosen kemudian memeriksa hasil kuis mereka dan  mengumumkan skor kelompok mereka. Kemudian kelompok dengan skor tertinggi kembali diberikan 5 poin tambahan pada skor kelompok mereka.
Hasil post test III        
Pada akhir tindakan mahasiswa kemudian mengerjakan post test III. Pada hasil post test III, tampak terjadi peningkatan rata-rata kelas yaitu dari hasil post-tes II 7,3 ke hasil post tes III 8,4 .  Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil post-test III:
post test III
no siswa
N
n
skor
1
18
2
9
2
15
2
7.5
3
15
2
7.5
4
16
2
8
5
17
2
8.5
6
15
2
7.5
7
15
2
7.5
8
15
2
7.5
9
16
2
8
10
17
2
8.5
11
20
2
10
12
20
2
10
13
16
2
8
14
19
2
9.5
15
17
2
8.5
16
16
2
8
17
15
2
7.5
18
16
2
8
19
15
2
7.5
20
16
2
8
21
14
2
7
22
18
2
9
23
18
2
9
24
16
2
8
25
15
2
7.5
26
16
2
8
27
16
2
8
28
19
2
9.5
29
17
2
8.5
30
19
2
9.5
31
18
2
9
32
17
2
8.5
33
15
2
7.5
34
17
2
8.5
35
19
2
9.5
36
15
2
7.5
37
16
2
8
38
17
2
8.5
39
20
2
10
40
16
2
8
41
18
2
9







342.5



8.4
Tabel 15. Hasil post-test III

Hasil kuesioner akhir pada siklus III
            Hasil kuesioner mengalami peningkatan prosentase terutama pada poin-poin kemampuan memahami bacaan. Berikut adalah tabel hasil kuesioner akhir III beserta komponen, prosentase dan kriteria:
Kuesioner akhir II
no item
yes
%
kriteria
  1. Do you find that working with your friends help you improve your vocabulary knowledge?

25
61.0
cukup tinggi
  1. Do you find that working with group-mates in comprehending a reading text is worth doing?

36
87.8
sangat tinggi
  1. Do you think that working with friends help you to understand specific details of your reading?

36
87.8
sangat tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you to predict what the text is about?

41
100.0
sangat tinggi
  1. Do you think infering from the reading about specific things is more easily when you do with your group-mates than alone?

39
95.1
sangat tinggi
  1. Do you think sharing opinion and knowledge with your group-mates helps you understand the main idea of your reading?

38
92.7
sangat tinggi
  1. Do you summarize your reading more easily after you read it and discuss it with your group-mates?

30
73.2
tinggi
  1. Do you think your group-mates help you relate the ideas in your reading?

36
87.8
sangat tinggi
  1. Do you think  you can grasp the things written implicitly in English better when you do it with your group-mates than alone

36
87.8
sangat tinggi
  1. Do you think that working with group-mates improve your reading comprehension?

40
97.6
sangat tinggi
Tabel 16. Hasil kuesioner akhir pada siklus III

Refleksi dari pelaksanaan siklus III
Refleksi dari pelaksanaan siklus III dapat dilihat melalui tabel berikut:
Hasil kuantitatif
Hasil kualitatif
Refleksi akhir
Hasil dari post test I menunjukkan adanya peningkatan rata-rata kelas dari 7,3 menjadi 8,4.
Berdasarkan catatan pada buku harian peneliti ditemukan bahwa mahasiswa sangat aktif berinteraksi di dalam kelas. Tampak mahasiswa berdiskusi dengan sungguh-sungguh dan saling bahu-membahu meningkatkan kemampuan masing-masing anggota kelompoknya.
Hasil kuesioner, juga menunjukkan bahwa prosentase hasil kuesioner meningkat. Poin-poin yang menekankan kemampuan membaca mendapat respon dengan kriteria “sangat tinggi” 
Berdasarkan hasil data kuantitatif rupanya teknik STAD mampu meningkatkan kemampuan membaca siswa. Hal ini terbukti dari tercapainya rata-rata kelas 8,4 yang bahkan melebihi target yaitu 8,0.

.
Tabel 17. Refleksi dari pelaksanaan siklus III




BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

            Berdasarkan hasil data kuantitatif terbukti bahwa teknik STAD mampu meningkatkan kemampuan membaca siswa. Hal ini terbukti dari tercapainya rata-rata kelas 8,4 yang bahkan melebihi target yaitu 8,0.
Disamping peningkatan hasil akademik, penerapan teknik STAD juga melatih mahasiswa untuk:
-          berinteraksi secara positif.
-          Menggunakan keterampilan interpersonal mereka dalam berpendapat, menyanggah dan lain-lain
-          Bertanggung jawab atas tugas yang diberikan
-          Saling memotivasi dan bekerja sama dalam belajar
-          Meningkatkan rasa percaya diri untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kelompoknya.
6.2. Saran-saran

            Saran-saran ditujukan pada guru /dosen Bahasa Inggris untuk senantiasa membuat atau memodifikasi rancangan pembelajran Bahasa Inggris di kelas, terutama pada saat  memberikan reading practice. Membaca rupanya bukan aktifitas yang selalu menarik bagi siswa, padahal dari proses membaca siswa mendapatkan banyak pengetahuan seperti peningkatan kosakata, wawasan umum, budaya, pemahaman struktur kalimat, penggunaan diksi yang sesuai untuk konteks tertentu dan lain sebagainya.
            Saran kedua ditujukan untuk peneliti lain yang ingin meneliti penggunaan teknik STAD, diharapkan mampu menambah informasi dari pelaksanaan teknik STAD tersebut, tidak hanya terbatas pada kelas membaca tapi mungkin juga pada kelas lain.


No comments:

Post a Comment